Buku Harian Adilla

Episode LiLlah

Butir Butir Biji Sawi
Ilustrasi, sumber: ngopie.com
Adilla menghela nafas panjang, tumpukan kertas berserakan di atas mejanya. Matanya perih. Meski merasa demam, ia  berharap badannya tidak panas. Tapi telapak tangannya terasa tersengat ketika ia mengecek dahinya. Besok ia harus presentasi. Berarti makalah ini harus digandakan sekarang. Tapi badannya tidak mendukung keluar rumah.

"Aku harus minta tolong," gumam Adilla. Yang terlintas dalam benaknya nama Pristy.

Bukan berarti menagih budi, tapi Pristy terlalu sering merepotkannya. Dari mulai minta diantar ke sana ke mari karena tidak bisa motora. Hingga minta diketikan ini itu. Meskipun kadang sikap Pristy padanya tak selalu baik. Terkesan hanya baik kalau pas butuh.

"Pris," suara Adilla ketika nomor yang dituju sudah tersambung, "aku minta tolong, ya."
"Kalau bisa ya...." jawab suara dari seberang.

"Pris, tolong copykan makalahku sekarang, di ARINA ya," Pristy menyebut tempat photocopy yang bisa dijangkau dengan jalan kaki, "keburu tutup, besok pagi jam 7 aku harus presentasi. Badanku panas, aku butuh istirahat. Semoga besok enakan," lanjut Adilla dengan suara yang agak serak.

"Oh, afwan, Dill. Aku lagi tanggung nih. Minta tolong yang lain dulu ya. Aku baru aja pake masker nih, masa langsung cuci muka," Pristy memberi alasan tanpa beban.

Perih seketika terasa menggedor gedor dinding hatinya, hendak menyelinap masuk ke ruang rasanya. Terlintas berulang kali bagaimana Pristy merepotinya.

"Afwan lho, Dill," ulang Pristy enteng.
"Ya gapapa," Adilla menahan kecamuk  rasanya.

AdilIa ingin membaringkan badan sebentar berharap badannya segera lumayan. Ia harus pergi sendiri untuk photocopy. Sebelum keluar,

Adilla mengambil  catatan hariannya dan mulai menulis.

November 15, 2016.
Ya Allah, telah sampai padaku bahwa Engkau pasti membalas amal sekecil apapun meski itu hanya sebesar biji sawi. Lalu kenapa aku mesti kecewa, sakit hati ketika orang yang biasa merepotiku kini menolak untuk kurepoti. Bukankah repotku itu adalah butir butir sawi yg telah aku punguti? Yang kuharap balasan-Mu semata. Jika benar karena-Mu, harusnya aku tak peduli dia tahu terimakasih atau tidak. Jika aku sakit hati, bukankah sama saja aku sebar kembali butir butir sawi yang sudah kupunguti?
Bisa jadi Engkau menghadirkan pristy utk mengajariku, agar aku berlatih beramal benar benar semata karenaMu, untuk-Mu...LiLlah."
Adilla Afia.

Perlahan gedoran perih di dinding hatinya mengendur. Adilla berusaha tersenyum. Meski badannya belum oke benar tapi ia pastikan perih, sakit hati, kecewa hanya sejenak menggedor dinding hatinya, gagal memasuki "ruang-ruang rasa". [Zuna Arridlo]
Share on Google Plus

About PKS Kabupaten Magelang

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment