Menggali Potensi Dengan Menghargai

Seorang pemikir Jerman yang sangat mengagumi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam, Johann Wolfgang von Goethe, mempunyai sebuah ungkapan yang menarik.

“Perlakukan seseorang sebagaimana dia tampak saat ini. Dan kau akan menjadikannya lebih buruk. Namun jika kau memperlakukannya seolah dia telah menggapai potensinya dan mewujudkan citanya, kau akan menjadikannya sebagaimana dia yang seharusnya.”

Mempercayai yang terbaik dari diri seseorang, bagi sebagian kita, memang tak mudah. Kita harus berjuang untuk bisa menumbuhkan rasa itu. Kita harus mengesampingkan ego diri agar bisa mengakui kebaikan dan keunggulan dari diri seseorang. Terlalu sering kita memperlakukan orang lain ala kadarnya. Namun terhadap diri sendiri dengan mudahnya kita mengunggulkan-unggulkan. Bahkan terlalu mudah juga kita memberikan penilaian terhadap orang lain kemudian dengan entengnya menjatuhkan vonis atas dirinya. Parahnya, kita akan menganggap penilaian dan vonis itu sebagai sesuatu yang paling benar dan kita genggam ia erat-erat.

Ketika di jalan ini ada salah seorang yang kita ketahui melakukan kesalahan, dengan mudah kita akan memberikan label bahwa ia selalu salah. Telah melenceng dari manhaj yang secara teori telah kita hafal di luar kepala. Tak peduli lagi pada segala kebaikan yang telah ia lakukan di masa lalu, seolah olah semuanya menguap begitu saja. Tak berfikir pula akan kemungkinan masa depan yang mungkin saja akan menuntunnya kembali ke jalan yang benar. Yang lebih memprihatinkan lagi, tanpa disadari perlahan-lahan kita akan menganggap orang tersebut tak ada lagi. Dengan demikian secara tak langsung kita telah mengucilkan dan menjauhkan orang itu dari jalan ini.

Sering pula kita menganggap seseorang yang bisa diberdayakan hanyalah orang yang kita sukai. Tanpa kita sadari tolok ukur yang kita tetapkan bukan lagi pada potensi yang dimilikinya tapi cenderung pada selera pribadi kita. Dengan semena-mena kita abaikan begitu saja ia yang sebenarnya berpotensi tapi secara pribadi kita merasa tidak cocok. Kita hanya akan condong pada ia yang mau menuruti apa yang kita inginkan. Kita lupa bahwa setiap individu mempunyai karakter bawaan yang mustahil kita rubah sesuai keinginan kita. Astaghfirullah.

Sungguh, semua orang ingin merasa dirinya penting dan punya makna. Setiap orang ingin hidupnya berarti.  Kitapun demikian. Sebab itulah, mari kita belajar untuk mengenali setiap kebaikan yang mengintip kemudian mempercayainya bahwa kebaikan itu akan berkembang. Pujian sederhana bisa saja mendatangkan sebuah kekuatan bagi jiwa yang nyaris putus asa. Sebuah senyum simpul tanda penghargaan bisa juga membuat sekeping hati kembali percaya bahwa keberadaannya mempunyai manfaat. Sebuah tepukan di pundak bisa juga mengalirkan ruh baru dalam perjuangan ini.

Memang tak mudah untuk melakukan semua itu. Kita perlu mengingat bahwa kita sendiri juga manusia biasa. Kita juga bisa salah dan khilaf. Kita hanya perlu memiliki perasaan sewajarnya bahwa tak ada manusia jahat yang tak mempunyai masa depan dan tak ada insan suci yang tak punya masa lalu. Orang suci sejati bukanlah mereka yang tak punya salah. Justru mereka sering dihinggapi perasaan bersalah dan berdosa. Kemudian mereka banyak beristighfar, memohon pemaafan dari Allah. Maka mereka tumbuh menjadi pemaaf. Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam Madaarijus Salikinnya menuliskan, “Adapun mereka yang kurang beristighfar, pastilah hatinya keras dan merasa suci. Dan itu membuat mereka mudah sakit hati, sulit menghargai, dan tak mampu memaafkan.”

Maka mari kita belajar untuk melihat setiap kebaikan yang ada di sekitar kita serta memperbanyak istighfar. Agar kita terjauh dari perasaan merasa suci karena mereka yang merasa suci, sulit mengenali kebajikan yang mengintip. Mereka dibutakan oleh asap angan-angannya sendiri. Dengan istighfar pula kita akan tumbuh menjadi pribadi yang mudah menghargai. Karena dengan dihargai, sebuah potensi akan tergali lebih dalam dan tumbuh lebih maksimal. Membiasakan hal ini dalam keseharian kita sungguh akan menjadi sebuah latihan jiwa yang sangat berharga. Sebab telah sampai kepada kita sebuah kabar, “Mereka yang tak bisa menghargai yang kecil, takkan mampu menghormati yang besar. Dan mereka yang tak bisa berterimakasih pada manusia, takkan mampu mensyukuri Allah.” [Qi]

gambar: agha-kun.blogspot.co.id
Share on Google Plus

About PKS Kabupaten Magelang

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment