Sejumlah guru yang menghadiri acara Kongres XXI Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI) di Istora Senayan Jakarta, Rabu 3 Juli 2013 tampak
bingung. Mereka rombongan dari Nanggroe Aceh Darussalam, provinsi yang
Selasa kemarin diguncang gempa berkekuatan 6,2 Skala Ritcher.
Gempa
ini tak kecil. Dua kabupaten di Aceh, Bener Meriah dan Aceh Tengah,
rusak parah. Sekitar 1.500 unit rumah rusak, termasuk masjid, meunasah,
kantor pemerintah, dan bank karena ambruk karena lindu itu. Beberapa
desa di Aceh Tengah terisolasi. Meminta bantuan juga susah.
Tanah
longsor dan jalur transportasi yang terputus membuat proses evakuasi
korban sulit dilakukan. “Setidaknya 300 jiwa yang terisolir. Ada kabar
masih terdapat korban jiwa yang tertimbun longsor. Kami harus pastikan
lagi,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPPA), Jarwansyah.
Ruas
jalan Bireun-Takengon juga lumpuh karena longsor setelah gempa susulan.
Akibatnya ruas jalan ini macet total dan kini kondisinya makin parah
karena longsor terjadi di beberapa titik sepanjang jalan tersebut. Aspal
jalan retak dan berongga, yang barang tentu sangatlah membahayakan
pengendara.
Situasi yang sedemikian parah membuat Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono menginstruksikan tanggap darurat di Aceh selama satu
pekan, 3-9 Juli 2013. Selama kurun waktu itu, pemerintah bekerja sama
dengan BNPB fokus pada upaya evakuasi dan penyelamatan korban.
Bukan
cuma jalur transportasi yang putus, jalur telekomunikasi juga ngadat.
Para guru Aceh yang sedang di Jakarta untuk menghadiri Kongres PGRI itu
cemas karena mereka sulit berkomunikasi dengan keluarga di Aceh. Salah
satu guru dari Bener Meriah, Sukardi, menerima kabar rumahnya hancur
akibat gempa. Kepala Sekolah SD 12 Salinara di Kecamatan Ketol, Aceh
Tengah, bahkan meninggal dunia tertimpa reruntuhan rumahnya sendiri.
Sekitar
90 persen bangunan di Ketol, Aceh Tengah, terpantau rusak. Desa Bah di
Kecamatan Ketol adalah salah satu wilayah yang belum bisa ditembus usai
gempa terjadi. Tak ayal, musibah ini membuat mendung hitam menggelayuti
wajah rombongan guru dari Aceh yang berada di Jakarta itu.
Akhirnya
diputuskan rombongan guru Aceh itu pulang lebih awal dari yang
dijadwalkan. Usai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato
dalam pembukaan Kongres PGRI itu, mereka langsung bertolak kembali ke
Serambi Mekkah tanpa membuang-buang waktu.
24 tewas, 200 lebih luka
Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis data sementara bahwa
korban bencana ini 24 orang tewas, sementara 210 lainnya mengalami
luka-luka. “Ribuan bangunan serta rumah juga rusak,” kata Kepala Pusat
Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho.
Dari 24
orang yang tewas, 10 berasal dari Aceh Tengah dan 14 lainnya dari
Kabupaten Bener Meriah. Sementara dari 210 orang yang terluka, 140
merupakan warga Aceh Tengah dan 70 lainnya warga Bener Meriah. Mereka
yang terluka dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) setempat dan
puskesmas.
BNPB mengirimkan satu helikopter Colibri milik TNI
Angkatan Udara dari Riau ke Aceh untuk membantu penanganan gempa.
Helikopter itu awalnya ditaruh di Pekanbaru, Riau, untuk membantu
pemadaman kebakaran hutan. Namun jatuhnya korban nyawa di Aceh membuat
BNPB kini memprioritaskan penanganan korban gempa di Tanah Rencong.
Helikopter
amat diperlukan karena banyaknya daerah yang terisolir akibat akses
jalan darat terputus. Belum lagi daerah-daerah di perbukitan yang sulit
dijangkau melalui darat. Tiga menteri mengunjungi lokasi gempa untuk
memantau dan memastikan penanganan bencana di Aceh berjalan baik. Mereka
adalah Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri
Kesehatan Nafsiah Mboi, dan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto.
Gempa
di Aceh total terjadi tiga kali Selasa itu. Itu belum termasuk gempa
susulan yang kekuatannya lebih kecil. Gempa pertama berkekuatan 6,2 SR
terjadi di Kabupaten Bener Meriah pukul 14.37 WIB, disusul gempa
berkekuatan 5,5 SR pada pukul 20.55 WIB, selanjutnya disusul lagi gempa
berkekuatan 5,2 SR pada pukul 22.36 WIB.
Saat ini sebagian besar
warga Bener Meriah dan Aceh Tengah yang paling parah diguncang gempa
telah mengungsi ke tempat yang lebih aman. Mereka memanfaatkan masjid
dan tanah lapang untuk menghindari reruntuhan.
Kementerian
Pekerjaan Umum melalui Satuan Tugas Bencana Alam Direktorat Jenderal
Cipta Karya mengerahkan 2 unit ekskavator, 2 unit mobil tangki air, dan
20 hidran umum untuk membantu para korban gempa Aceh. Tangki air dan
hidran umum itu ditempatkan antara lain di Bener Meriah. Stok peralatan
lain yang saat ini ada di Medan pun siap dimobilisasi ke Aceh kapanpun
diperlukan.
Saat ini bantuan untuk korban gempa belum mampu
menjangkau seluruh titik akibat akses jalan terputus akibat longsor,
terutama di daerah pegunungan. Akibatnya bantuan masih menumpuk di posko
induk Bener Meriah dan Aceh Tengah karena pendistribusian belum
berjalan maksimal.
Penyebab gempa
Gempa
di Bener Meriah, Aceh, itu tergolong gempa tektonik yang terjadi akibat
pergeseran lempeng Sumatera, tepatnya di sesar Semangko. “Gempa ini sama
seperti yang terjadi di Tangse, Kabupaten Pidie Aceh, beberapa bulan
lalu,” kata pakar geologi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Faisal
Ardiansyah.
Gempa itu tak ada hubungannya dengan aktivitas gunung
berapi Burne Telong di Dataran Tinggi Gayo, salah satu punggung
pegunungan Bukit Barisan yang membentang di sepanjang Pulau Sumatera.
Pernyataan Faisal itu diperkuat oleh Pusat Vulkanologi dan dan Mitigasi
Bencana Geologi (PVMBG). “Gunung Burni Telong masih dalam status normal.
Tidak ada letusan,” kata Kepala PVMG Surono.
Warga memang sempat
panik karena beredar isu sesat bahwa Gunung Burni Telong meletus akibat
gempa. Namun Surono mengatakan, status Burni Telong sampai saat ini
masih normal. Status gunung itu baru akan ditingkatkan menjadi waspada
apabila jumlah gempa vulkanik dalam dan gempa vulkanik dangkal terus
meningkat usai gempa pertama Selasa kemarin.
Gempa tektonik punya
cakupan getaran luas dan bersifat regional karena yang bergerak adalah
lapisan kulit bumi. “Apabila pusat gempa dangkal, maka efek getaran
sangat besar dan dapat menggoncang lapisan bumi dengan kuat walaupun
magnitude-nya kecil,” ujar Faisal.
Oleh sebab itu ia mengimbau
warga di Dataran Tinggi Gayo untuk waspada dengan pegerakan tanah, dan
menjauhi lereng gunung yang kapan saja dapat longsor sebagai dampak
lanjutan dari gempa Bener Meriah. “Warga perlu mewaspadai adanya
longsoran atau gerakan tanah di sepanjang wilayah tengah Aceh akibat
terganggunya kestabilan lereng,” kata Faisal.
(Sumber : nasional.news.viva.co.id)
- Blogger Comment
- Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 comments:
Post a Comment