Menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh oleh Presiden. Demikian UUD
‘45 pasal 17 ayat 2 menyatakan dengan jelas. Jadi kalau beberapa artikel
di Kompasiana ini berargumen bahwa PKS harus segera memberhantikan
menterinya, apa landasan hukumnya? Karena jadi menteri atau berhenti
menjadi menteri itu bukan lagi urusan partai. Terlebih menteri-menteri
dari PKS tidak ada yang menjabat sebagai ketua partai.
“Jadi semestinya PKS tidak perlu disuruh-suruh tarik menterinya. Silakan
Presiden gunakan hak prerogatifnya,” demikian HNW menyampaikan.
Sejak awal buat PKS sudah jelas, bahwa soal menteri itu urusannya
eksekutif. Semua menteri PKS itu sudah diserahkan dari PKS kepada
Presiden. Menjadi anak buahnya Presiden. Bahkan mereka semua tidak lagi
ada jabatan dalam kepartaian yang bisa membuat mereka bingung ketika
partainya menjalankan amanah sebagai legislatif.
Sehingga tatanan bernegara yang dibangun bisa tetap tegak berdiri sesuai
fungsi dan peran masing-masing. Ketika berhadapan dengan urusan
eksekutif, silakan jalankan secara professional sebagai seorang
eksekutif yang memang memiliki keahlian pada bidangnya. Tugaskan menteri
tersebut sesuai tupoksinya dan berhentikan bila kerjanya tidak masuk
dalam kriteria penilaian atau melanggar hukum.
Sedangkan untuk urusan dengan partai politik, dalam kaitannya dengan
posisi anggota dewan yang punya peran mengawasi, maka partai politik
sebagai perwakilan dari konstituen yang memilihnya, maka peran itu harus
berjalan. Proses bertanya, memeriksa dan mengawasi jalannya
pemerintahan harus tetap berjalan agar bisa kembali
dipertanggungjawabkan kepada pemilih dan rakyat secara keseluruhan.
Jadi akan membingungkan bila Presiden dan kita semua terjebak dalam
pencampuradukan masalah dengan penyederhanaan yang serampangan tentang
kaidah bernegara atas negeri ini. Tentu saja ini buah dari
penyederhanaan tentang jabatan-jabatan di jagat politik negeri ini. Di
mana ketua partai, menteri bahkan presiden dijabat dengan orang-orang
yang itu-itu juga.
Sungguh praktek berpolitik yang konyol itu yang menjadikannya kasus
membahas solusi BBM harus melebar terlalu luas ke mana-mana. Apalagi di
media Kompasiana ini yang terkadang masih ditemukan pembahasan yang
terlalu mencampuradukan berbagai urusan, kasus dan persoalan. Sehingga
jalan pikiran untuk mendiskusikan BBM dengan bernas menjadi terlupakan.
Sebaiknya momen ini kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk menelaah mana
hal-hal yang substantif yang harus menjadi agenda perbaikan berbagai
segi dari tata laksana pemerintahan di negeri ini. Tidak semua hal yang
bernilai populer yang harus diangkat. Ada hal-hal yang substantif harus
terus menjadi perhatian dan dengan sadar dilakukan perbaikan.
Saya berpikir anggota-anggota dewan PKS tidak terlalu pusing dengan
partainya sendiri mau gimana dan akan menjadi apa kelak. Mereka sendiri
sudah habis-habisan sejak dulu mengajak kita semua memperhatikan segala
apa yang ada di balik gonjang-ganjing BBM ini. Dan kita telaah dan
fahami dengan jernih untuk kebaikan kita bersama, apa hakikat masalah
BBM atas negeri ini.
Yang pasti, soal menteri; aturan pengangkatan dan pemberhentian jelas
ada pada Presiden. Tinggal Presiden memutuskan yang terbaik untuk negeri
ini. Jangan lagi fungsi-fungsi dan peran jabatan dalam bernegara
ditabrak-tabrak tidak karuan. Ingatkan kasusnya penyidik KPK yang dari
polri? Ketika polri mengutak-ngatik atau mengambil para penyidik,
bukankah itu masalah?
0 comments:
Post a Comment