Fakta Persidangan Kasus Impor Daging, Dari Pustun Sampai Pitana | Oleh : Rizal Amri


Tidak sebagaimana sidang perdana, pergelaran berikutnya kasus impor daging sapi di pengadilan Tipikor tidak lagi terlalu menarik bagi media. Apakah karena tidak mau “kecele” lagi, berhubung fakta yang muncul di sidang perdana tidak seperti yang mereka bayangkan, atau bisa pula karena ada kasus lain yang lebih menarik. Padahal publik tengah menanti terang benderangnya kasus ini. Keluarga terdakwa dan juga para simpatisan PKS tentu menunggu dengan harap-cemas. Begitu pula kompetitor PKS yang berharap palu hakim bisa menjadi amunisi untuk serangan politik atau sekedar mem’bully’ kader-kader PKS. Mereka terombang-ambing diantara perasaan senang dan kecewa.

Publik bisa saja memiliki interpretasi yang beragam terhadap fakta-fakta yang muncul di persidangan. Namun majelis hakim tentunya punya cara pandang yang tidak sama dengan masyarakat awam. Majelis hakim mencermati semua informasi, argumentasi dan bukti-bukti kemudian membandingkan dengan teks-teks hukum yang tertulis pada rujukan yang sah. Demi kepastian hukum, majelis hakim tentu tidak akan menyelisihi teks hukum yang ada, dan tidak mau terjebak pada persepsi maupun tekanan opini.

Sebenarnya kasus impor daging ini menjadi sederhana dan mudah apabila kronologinya sempurna dan terbukti, sebagaimana berikut ini:

- PT. Indoguna, bertindak sebagai penyuap
- AF dan Elda, berperan sebagai makelar/perantara
- LHI, menerima uang suap dan mempengaruhi Kementan
- Oknum Kementan, terpengaruhi sehingga memberi janji dan atau merubah kuota impor, dan atau menerima suap

Jika konstruksinya seperti itu, tersangka utama adalah oknum yang telah memenuhi dua unsur yang disyaratkan UU Tipikor, yakni: 1. Penyelenggara Negara dan 2. Berbuat dalam jabatannya. Maka dalam hal ini oknum Kementan menjadi tersangka utama. Sementara itu LHI, AF, dll patut pula menjadi tersangka karena terkait dan terlibat persengkongkolan dengan tersangka utama.

Selanjutnya, rangkaian sidang yang sudah dan akan berjalan tentunya berkutat pada pembuktian kronologi dan peran-peran pelaku, untuk kemudian menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara.

Berikut ini fakta-fakta yang mencuat dalam persidangan dari upaya pembuktian tersebut:

1. Apakah pihak Kementan terpengaruh sehingga merubah kuota impor dan atau menerima suap

Sudah empat kali sidang, Jaksa KPK masih kepayahan membuktikan adanya keterlibatan oknum Kementan. Mentan bersaksi dengan penuh ketenangan dan percaya diri, membantah kecurigaan pengaturan kuota dengan data-data yang dimilikinya. Demikian pula para saksi lainnya.

Pada sidang ke lima, Thomas Sembiring selaku Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia yang juga ber saksi, mengungkapkan bahwa penambahan kuota daging tidak mudah. “Penambahan quota itu harus melalui rapat koordinasi terbatas Kemenko Perekonomian, Kemendag,dan kementan,” ujarnya.
Selain itu, pihak Kementan tentu berkepentingan menurunkan angka impor daging karena sudah mencanangkan swasembada dan dimulai sejak tahun 2011. “Swasembada daging di Indonesia akan berhasil di 2014 jika impor daging di bawah 10 persen kebutuhan nasional,” imbuhThomas.

Jika tersangka utama bukan dari pihak Kementan, maka satu-satunya penyelenggara Negara yang tersisa adalah LHI.

2. Apakah LHI penyelenggara negara dan berbuat dalam jabatannya tersebut.

LHI benar penyelenggara Negara, anggota Komisi I DPR yang membidangi urusan luar negeri, informasi dan pertahanan. Namun para saksi ahli berpendapat bahwa jabatan tersebut tidak ada urusannya dengan kuota dan pengadaan impor daging sapi.

Berikut ini pemaparan para saat ahli saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, hari Rabu, 29 Mei 5 2013.

Saksi ahli I: Sekjen DPR, Winantuningtyastiti

“Tugasnya hanya di komisi yang ditempatkan. Masalah daging tidak ada hubungannya dengan komisi yang bersangkutan,”.

Saksi ahli II : Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa.

“Bagian unsur yang menentukan dalam pasal ini penerimanya adalah aparatur negara. Pimpinan partai tidak masuk. Pasal ini hanya untuk PNS dan aparatur negara”.

Saksi ahli III: Dosen Fakultas Hukum Trisakti, Dian.

“Penyuapan bisa dilakukan harus berhubungan dengan jabatannya. Anggota DPR atau pimpinan partai tidak bisa dikenai pasal ini,”

Demikian pernyataan para saksi ahli mengenai pasal yang digunakan Jaksa, yaitu pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.

Jika LHI bukan tersangka utama dan tidak ada penyelenggara negara lain yang bisa dijadikan tersangka, maka tentunya tidak relevan lagi untuk dikategorikan kasus korupsi sebagaimana dimaksud oleh UU Tipikor.

3. Apakah LHI menekan Kementan

Permintaan LHI kepada pihak PT. Indoguna untuk menyiapkan data yang akurat menyangkut ‘balance’ kebutuhan daging sebagai bahan diskusi dengan pihak Kementan, menunjukkan bahwa LHI tidak ingin menekan Kementan dengan menggunakan pengaruhnya. LHI hanya memfasilitasi kedua pihak agar Kementan mendapat ‘second opinion’ yang menurutnya bisa menjadi solusi dalam mengatasi kelangkaan daging dan menurunkan harga. Artinya keputusan tetap sepenuhnya menjadi otoritas Kementan dan dilakukan secara objektif. Apapun motivasi LHI, sebenarnya tidak relevan untuk dijadikan bukti tanpa didukung oleh bukti lainnya, terutama dua poin di atas.

4. Apakah LHI menerima uang suap Rp. 1 milyar

Sebenarnya pertanyaan ini tidak relevan lagi, namun bisa saja menjadi pertimbangan hakim untuk melihatnya dari sisi gratifikasi. Namun sejauh ini uang Rp. 1 milyar jelas belum sampai ke LHI.

5. Apakah LHI dan AF adalah pihak yang memberi dan menerima janji.

Pertanyaan ini juga tidak relevan, karena lagi-lagi tidak terkait dengan perbuatan pelaku dalam konteks jabatan sebagai penyelenggara negara. Namun bisa lebih memperkuat keyakinan hakim akan peran tersangka.

Sejauh ini dari rekaman pembicaraaan kedua tersangka, belum cukup kuat untuk dikatakan adanya persitiwa memberi dan menerima janji. Sebuah transaksi baru bisa dikatakan valid jika terdapat indikasi adanya ijab dan qabul. Saksi ahli penerjemah bahasa yang dihadirkan Jaksa, memang mengungkapkan adanya nuansa transaksi dan sesuatu yang menguntungkan dalam percakapan keduanya. Namun hasil rekaman juga menunjukkan bahwa upaya transaksi tersebut sebenarnya masih sepihak saja, yakni dari AF. LHI samasekali tidak melakukan komfirmasi atau mengiyakan.

Jika anda pemilik kartu kredit yang dihubungi sales asuransi untuk ikut program yang mereka tawarkan, lalu anda menyetujuinya, maka si sales pasti akan mengajukan beberapa pertanyaan yang mesti anda jawab dengan kata-kata “iya” atau semacam itu. Mereka kemudian merekamnya, selanjutnya menjadi bukti yang sah bahwa telah terjadi transaksi. Sebaliknya, jika anda tidak pernah mengiyakan atau menyatakan sepakat terhadap klausal demi klausal yang mereka bacakan, maka transaksi dianggap belum terjadi.

6. Apakah AF orang suruhan LHI

Sebagaimana kesaksian AF, dia menyatakan bertindak atas inisiatif sendiri dan tidak disuruh siapapun.

AF:”Semua itu inisiatif saya sendiri. Saya perkenalkan maria dgn LHI. Saya desak LHI terus menerus agar fasilitas ketemu Mentan”

AF: kata Bu Elizabeth ada dana kemanusiaan (di PT Indoguna). Bu Elizabeth kasih saya Rp 1 M utk seminar dan sisanya untuk pribadi saya”

AF:”apakah saya mau kasih ke PKS itu tergantung saya, bukan permintaan siapapun. Itu semua saya yg tentukan”

7. Pushtun dan Jawa Sarkia

Istilah yang muncul dalam rekaman percakapan AF-LHI dan sempat menghebohkan tersebut, justru membuktikan bahwa pembicaraan mereka tidak sepenuhnya serius, disela dengan berbagai candaan. Hal ini juga memperkuat pernyataan AF bahwa LHI tidak menganggap serius apa yang ditawarkan AF.

AF:”Soal komitmen Rp 40 M itu, LHI selalu nanggapinya dengan becanda saja”.

AF:”Saya nggak yakin kalau LHI itu mau bicarakan soal itu. Menurut saya LHI itu nggak yakin soal komitmen fee itu. LHI suka becanda”

Berdasarkan ke tujuh fakta persidangan tersebut, tampaknya palu hakim akan berayun untuk vonis bebas bagi kedua direktur PT. Indoguna, Arya dan Juard.
Awak media.. bersiap-siaplah untuk pesta steak.

“Pokoknya nanti kalau saya bebas, anda semua (para wartawan KPK) saya traktir makan steak yang enak,” kata Arya Abdi Effendi usai pemeriksaan di KPK, Jakarta, Rabu (27/3). 

Share on Google Plus

About PKS Kabupaten Magelang

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment