Episode IlaLLah
FROM CIAMIS TO SKY
Bagi Adilla, Pulang Magelang adalah kemewahan tersendiri. Meski yogya - Magelang tak begitu jauh apalagi rumahnya masuk wilayah timur, tapi libur tidak selalu bisa pulang. Jadi ketika bisa pulang serasa durian berbuah sepanjang musim dan jatuh di depan matanya.
" Seko Yogya jam piro tho Nduk? Kok tekan ngomah wus surup ngene?" tanya Ibunya sehabis AdilIa mencium dan memeluk wanita paruh baya itu. "Mbak Dilla paling ngebut itu bu, dukani mawon," sahut Ahkam Adiknya. AdilIa mengulurkan lidah ke arah Ahkam.
" Wau meh jam gangsal bu," jawab AdilIa. " Bapak sudah ke masjid ya Bu?" tanya AdilIa, ia tahu bapak nya selalu ke masjid menjelang adzan.
" Lha iyo tho, Ya sudah sana Mandi dulu, ibu tak ke masjid, kae Rusli wus adzan ." Ibunya menyebut nama adiknya yg satu lagi.
Setelah makan malam bareng Bapak, Ibu dan dua adiknya, dilanjutkan ngobrol sampai malam, Adilla masuk kamar. Sebelum tidur ia akan menilpun kakaknya yang sekarang lagi di luar kota.
"Ada SMS dari Mbak Ratri," gumamnya menyebut murobbinya sekarang.
" AdilIa besuk tolong ke Bandongan ya...Bantu acara di sana" AdilIa membaca isi sms.
AdilIa mengangkat bahu. rasanya ia ingin punya alasan yang bisa dianggap syar`i untuk besuk tidak berangkat.
Gerimis, hanya gerimis, Habis gerimis biasanya disusul hujan dan tidak mustahil deras, pikir Adilla. Jarak srumbung Bandongan lumayan jauh, apalagi hujan.
" Afwan Mbak hari ini saya ada acara keluarga." AdilIa baru membalas sms, paginya. Bukahkah bercengkerama dengan keluarga adalah acara keluarga, Batin AdilIa membela diri.
Rasanya belum puas Adilla di rumah. Tapi ia harus kembali ke Yogya.
Senin, 28 Nopember 2016, AdilIa tengah berkemas ketika matanya tertuju pada sebuah berita TV.
Ribuan orang jalan kaki dari ciamis menuju Jakarta, untuk Aksi Bela Islam III.
" Jalan kaki ratusan km meter" pekik AdilIa tertahan.
Tiba tiba serasa ada yang menamparnya.
Sepanjang perjalanan ke Yogya Adilla dihantui rasa bersalah, kadang begitu mudah mencari alasan untuk tidak terlibat pada agenda agenda keumatan. seperti ahad kemarin. Jika memang niat, apapun akan ditempuh. Tapi jika sudah tidak ingin terlibat, apapun bisa dijadikan alasan
Hari hari berikutnya Ciamis menjadi viral di social media. Adilla mengikutinya di YouTube, Wa, Timeline Twitter, FB.
Bangga, haru, malu campur aduk jadi satu ketika Adilla membaca motivasi mereka.
" Pasti Capek tapi ini tidak ada apa apanya dibanding perjuangan para sahabat dulu"
" Saya ingin ikut membela Agama Allah" Mata Adilla basah.
"Demi kemuliaan Islam"
"Demi keagunga Kitabullah"
"Kalau Allah tanya nanti di akherat aku bisa menjawabnya dimana aku ketika Quran dilecehkan." Genangan air di mata AdilIa pecah, menganak sungai membelah dua pipinya.
Malam itu, sebelum merebahkan badan seperti biasanya, Adilla mengambil buku hariannya dan mulai menulis..
Rabu, 30 Nopember 2016
~Adilla belajarlah dari kaki kaki Ciamis.....
Apa yang membuat langkah mereka ringan. Meski jarak tempuh ratusan kilo meter (itu jarak berlipat lipat dari jarak yang kau beralasan utk tdk hadir Meski motoron) Meski kaki kaki Ciamis itu dihadang panas, disambut hujan, dicela oleh orang orang yang suka mencela, tidak berpikir akan ada simpati mengalir, tapi kaki kaki Ciamis itu terus saja melangkah, bahkan diantara mereka ada kaki kaki mungil, kaki kaki yg tidak utuh. Tapi kaki kaki Ciamis itu tetap ringan terayun.
Catat baik baik AdilIa...Karena langkah kaki kaki Ciamis itu melangit, IlaLLah"
The end
0 comments:
Post a Comment