Konspirasi Perdangan Pangan Lintas Negara


Oleh : Riyono*

Ingat kehancuran Uni Soviet dan Yugoslavia ? Mereka hancur salah satunya karena embargo pangan oleh AS. Kita juga ingat saat krisis pangan global 2008 ada 37 negara kena dampaknya dan mereka berfikir bagaimana menyelamatkan rakyatnya dari kelaparan. Bahkan FAO merilis data ada 1 milyar orang yang terancam kelaparan serta terus bertambahnya jumlah orang miskin. Wilayah paling parah ada di kawasan Afrika Timur : Ethiopia, Kenya, Somalia yang diambang hilang karena rakyatnya terancam mati kelapran. Di 3 negara itu ada 20 % rakyat malnutrisi dan 7 juta warganya kelaparan. 

Kondisi di atas menimbulkan diskusi dan polemik panjang di negara2 maju, apakah pangan dunia memang kurang? Melalui WTO pangan dibahas. WTO yang didukung AS, Uni Eropa, Jepang dan Kanada mengkampanyekan bahwa kebutuhan pangan harus disediakan lintas negara dengan petani sebagai produsen. 

Namun kampanye ini ternyata hanya kamuflase, seolah-olah mereka mendukung petani, maksud lintas negara itu untuk tutupi impor pangan sebagai solusi. Maka dari kampanye ini kegiatan impor pangan harus bebas dan tidak boleh dihambat oleh aturan apapun, bisa menjangkau dunia. Prinsipnya aliran komoditas pertanian harus bebas, korporasi-korporasi besar harus didorong untuk hasilkan pangan, petani hanya produsen, lahirlah AOA.

AOA (agreement on Agriculture) yang mengkampanyekan paham perdagangan bebas yang mengabaikan petani sebagai produsen utama mereka. Apa benar petani diabaikan? Paham liberalisasi perdagangan ini dibuktikan via pengurangan subsidi untuk petani dinegara berkembang.

Kita sudah buktikan saat krisis daging sekarang bukan langkah membesarkan peternak lokal, justru impor jadi senjata utama, ini pengaruh liberal. Kedelai sedang rame juga solusinya : impor dan impor, tidak ada langkah strategis, ini semua karena Indonesia sudah masuk dalam jebakan Liberalisasi Indonesia masuk dalam perangkap Jebakan Liberalisasi Pertanian yang dibuat oleh AS dan antek-anteknya, mereka tidak ingin kita berdaulat pangan.

Apa benar kita sudah masuk Jebakan itu? Mari kita lihat kembali kondisi globalnya. Studi Cato Institute (2005) menyebutkan bahwa petani-petani  di negara-negara  maju menerima subsidi 279 milyar dollar AS atau 30 % dari  pendapatan pertanian mereka. Petani AS menerima 46,5 M dollar AS atau 18 % pendpatan pertanian AS, bandingkan dengan petani kita! APBN aja tidak ada 2 %. Masih di AS setiap keluarga petani dapat 79,61 dollar AS atau 26 % lebih  tinggi dari pendapatan nasional. kita lihat petani kita?

Itulah bukti bahwa negara maju terus mensubsidi petani mereka ,padahal di WTO mereka minta subsidi petani di negara berkembang dipotong, omong kosong. Itulah jebakan pertama bagi negara berkembang oleh AS cs dalam WTO. Jebakan pertama ini terus saja diamini oleh presiden kita, tidak ada presiden negeri ini yang memberikan subsidi petani diatas 10 %. Para pakar dan akademisi sibuk dengan urusan penelitian soal efektifitas subsidi, padahal anggaranya dikit. Politisi DPR juga tidak  serius.

Jebakan globalisasi pertanian oleh WTO dan antek-anteknya menghasilkan RI negara pengimpor beras terbesar dunia th 2001 :4,8 juta ton. Akibt lain sekarang pangan menjadi ajang bermain aktor-aktor korporasi besar yang hanya berfikir untung, pemerintah tidak kuasa terhadap mereka.

Jebakan kedua : dominasi perdagangan dunia. AS dan Uni Eropa saat ini berambisi menguasai dunia yang saat ini di pegang jepang dan Cina. Dominasi perdagangan dunia ini terbukti dengan semakin kecilnya bea masuk dan pajak produk pertanian asing, Indonesia sdh jd "sampah" dunia. Dominasi ini jg diterapkan via ketatnya aturan produk kita masuk ke mereka, selalu saja ada alasan untuk menolak produk petani kita.

Dua jebakan di atas semakin membuat kita tahu bahwa di level dunia liberalisasi pangan sedang digencarkan oleh AS dan sekutunya melalui WTO. Mereka ingin negara-negara berkembang tidak jadi produsen, namun cukup jadi konsumen produk mrka, ujungnya : IMPOR pangan. Tujuan ini sudah tercapai, pemimpin kita belum juga sadar. Eh mungkin sadar tapi belum sepenuhnya mau keluar dari jebakan ini.

Sekarang kita ke level regional. Via ACFTA yang berlaku sejak 2010 sudah berlaku perdagangan bebas, bangsa di ASEAN juga takluk dengan Cina. Perdagangan bebas terjadi antara individu ke individu atau perusahaan ke perusahan antar negara bebas dilakukan. Korbannya impor tidak terbendung, upaya Kementan menahan impor dgn menaikkan produk dlm negri hancur oleh Kemendag yg berimpor ria.

Itulah jebakan politik globalisasi pertanian yang menggerogoti bangsa ini, ada usul, saran? Besok kita lanjut soal impor. 

Sumber :  https://twitter.com/Riyono_PPNSI
* Sekjen DPP Perhimpunan Petani Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI)
Share on Google Plus

About PKS Kabupaten Magelang

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment