Jakarta. Penolakan naiknya harga Bahan Bakar minyak
(BBM) bersubsidi oleh Partai Keadilan Sejahtera menuai reaksi dari
banyak pihak. Bahkan kader Partai Demokrat selaku Partai berkuasa
memberikan reaksi yang sangat keras.
Namun perlu juga di cermati
bahwa kontrak koalisi hanya bisa mengikat hubungan Presiden SBY sebagai
Ketua Koalisi dengan menteri-menteri yang dari partai politik.
SBY
sangat paham dirinya tidak boleh mengikat DPR dalam hubungan koalisi
terkait sebuah kontrak. Karena hal itu akan membuat SBY melakukan
tindakan inkonstitusional.
Demikian disampaikan pakar hukum tata negara, Asep Warlan Yusuf kepada wartawan, Jumat (7/6).
“Jadi
memang, yang diikat oleh SBY adalah para menteri dari parpol dan bukan
fraksi koalisi di DPR. Dan faktanya semua menteri di kabinet termasuk
yang dari PKS menerima dan mendukung kebijakan SBY. Tinggal diputuskan
saja apakah hal itu cukup atau tidak dan apakah SBY merasa terganggu
dengan kebijakan Fraksi PKS menolak kenaikan harga BBM,” kata Asep.
Posisi
Fraksi Partai Demokrat di DPR, menurut dia, tidak bisa mendesak Fraksi
PKS untuk menerima keinginan SBY. Karena kontrak dilakukan bukan dengan
Fraksi Partai Demokrat, tapi dengan SBY.
“Tentunya Fraksi Partai
Demokrat tidak bisa mengatur Fraksi PKS, apalagi menuduh munafik dan
bermuka dua. Sebab fraksi itu juga mitra koalisi dan sama kedudukannya
dengan Fraksi PKS. Di sisi lain, SBY sendiri tidak bisa memaksa karena
tidak punya kontrak dengan Fraksi PKS dan kalaupun ada kontrak tersebut
maka kontrak itu inkonstitusional dan pelanggaran konstitusi oleh SBY.
Tentunya akan membuat SBY bisa di-impeacht. Itu kalau memang ada kontrak SBY dan Fraksi PKS,” tegasnya.
Dari
semua polemik ini, tegasnya kuncinya ada pada SBY sebagai Ketua Koalisi
dan juga Presiden yang memiliki hak prerogatif untuk mengangkat atau
mengganti menteri-menterinya.
Sebenarnya, kata Asep, kalau SBY mau
pecat menteri-menteri PKS, bisa saja karena dia memiliki hak
prerogatif. Tapi Asep melihat SBY mengalami dilema yang malah seperti
menunjukkan dirinya “bermuka dua.” Satu sisi seharusnya dia paham tidak
bisa memaksa DPR, tapi sisi lain tetap memaksa. “Lagi pula dia punya
wewenang untuk memecat menteri-menetri PKS tanpa harus memerintahkan
Fraksi Partai Demokrat untuk memaksa Fraksi PKS menerima kebijakannya,”
demikian Asep. (hg/rmol)
0 comments:
Post a Comment