MASJID DAN AWAL KEBANGKITAN SUATU BANGSA

gambar: google.com

Oleh : Arifatun Anifah Setyawati

أَنَّ أَحَبَّ البَقَاعِ إِلىَ اللهِ الْمَسَاجِدُ وَأَبْغَضُ البَقاَعِ إِلىَ اللهِ الأَسْوَاقُ 

“Tempat yang paling dicintai oleh Allah dalam suatu negeri adalah masjid-masjidnya dan tempat yang paling Allah benci adalah pasar-pasarnya.” (HR. Muslim) 


Masjid bagi umat islam sejatinya lebih dari sekedar tempat ibadah. Bila kita mengkaji shiroh Rasulullah dan para sahabat, kita akan melihat bahwa masjid juga merupakan pusat pengendali kekuasaan negara.

Saat baru saja hijrah ke madinah, yang dilakukan pertama kali oleh Rasulullah adalah membuat perjanjian dengan sesama muslim dari muhajirin dan anshar, kemudian mempersaudarakan mereka. Yang kedua, Rasulullah membangun sebuah masjid. Di masjid ini, selain untuk beribadah, Rasulullah dan para sahabat juga menggunakannya sebagai tempat berkumpul, berbincang, berdiskusi, menuntut ilmu, dan bahkan mengatur strategi. Masjid yang sangat hidup, bukan masjid yang hanya buka saat waktu shalat, dan ketika shalat usai, pintunya terkunci rapat. Yang ketiga, Rasulullah membangun pasar. Di madinah sudah ada pasar yang mayoritas pedagangnya adalah orang-orang Yahudi. Rasulullah membangun pasar yang memang menjadi tempat berdagang kaum muslimin. Siapa saja boleh berdagang disana.

Dari Rasulullah kita belajar, bahwa awal kebangkitan negara adalah dari masjid. Rasulullah tidak serta merta mendirikan sebuah negara di Madinah, melainkan terlebih dahulu mempersaudarakan sesama muslim, membangun sebuah masjid, dan membangun pasar. Usai perang khandaq, barulah islam datang sebagai sebuah institusi, meski tidak secara eksplisit menyebut sebagai negara islam madinah.

Mempersaudarakan sesama muslim tidak hanya menyatukan hati antara muhajirin dan anshar, melainkan juga membangun kesamaan visi dan misi akan risalah dakwah yang diemban kaum muslimin. Kesamaan visi dan misi akan membuat mereka bergerak bersama dalam satu tujuan. Ikatan persaudaraan yang juga dibalut dengan perjanjian antara kedua pihak mengenai hak dan kewajiban satu dengan yang lain menunjukkan bahwa aturan adalah sebuah sesuatu yang harus ada ketika kita hidup komunal dalam masyarakat. Tanpa aturan, masyarakat tidak akan tertata dan keadilan sebagai salah satu prinsip pemerintahan islam tidak akan terwujud. 

Masyarakat yang telah terikat dalam sebuah aturan dan memiliki kesamaan visi dan misi tersebut kemudian dikumpulkan dalam masjid yang menjadi pusat dari pergerakan mereka. Di masjid tersebut Rasulullah dan para sahabat membicarakan berbagai hal yang berkaitan dengan permasalahan umat. Rasulullah juga mengajar dan membimbing para sahabat di masjid. Keberadaan masjid mengingatkan mereka pada orientasi akhirat, pada panjangnya perjuangan dan janji-janji Allah akan kemenangan dan kejayaan islam di masa datang, sehingga langkah-langkah mereka dalam menyebarkan Islam selalu dalam koridor syariat yang telah ditetapkan oleh Allah. Begitu sentralnya peran masjid, bahkan orang-orang Yahudi pun pernah menyaingi dengan mendirikan masjid dhiror yang didalamnya dibicarakan makar kepada kaum muslimin.

Masjid menjadi pusat aktivitas umat islam karena masjid adalah simbol keadilan, keseimbangan, egalitarian dan kesatuan umat manusia. Islam meyakini bahwa asal manusia adalah sama, dari setetes mani yang hina yang kemudian Allah tiupkan ruh kedalamnya. Maka tidak semestinya memandang manusia karena suku, warna kulit, harta, maupun strata sosial. maka Allah turunkan perintah shalat dimana semua manusia berdiri sejajar, sama tinggi di hadapan Allah. Hukum Allah diputuskan bukan berdasarkan kedekatan personal, kekerabatan, harta, ataupun status sosial seseorang, melainkan sesuai syariat yang telah ditentukan. Di masjid, umat islam bergerak dalam satu shaf yang rapi, dalam satu komando sehingga tidak tercerai-berai.

Semangat tersebut terejawantah dalam setiap amaliah di luar masjid. Maka kaum muslimin pada saat itu menjadi entitas yang memiliki peradaban luhur karena mampu menempatkan manusia secara adil dan menjadikan Allah sebagai pusat penghambaan. Sangat berbeda dengan entitas lain yang saat itu ada, dimana manusia harus dibagi menjadi berbagai kelas sosial dan kelas sosial terendah harus kehilangan keadilan dalam berbagai aspek kehidupannya.

Masjid sebagai pusat pemerintahan dan kegiatan masyarakat terus disebarkan ke seluruh penjuru dunia. Salah satu bukti yang dapat kita lihat hingga saat ini adalah, keberadaan masjid, alun-alun, dan keraton kerajaan-kerajaan Islam yang berdekatan dan berada dalam satu kompleks. Sedangkan pasar, terletak di tempat yang berbeda dengan kompleks masjid dan keraton.
Pasar sebagai pusat ekonomi masyarakat juga menjadi perhatian Rasulullah. Oleh karena itu, setelah membangun masjid, Rasulullah membangun pasar. Pasar yang dibangun Rasulullah adalah pasar yang tidak dimonopoli oleh pemilik modal terbesar sebagaimana dipraktekkan kaum musyrikin di Mekkah maupun kaum Yahudi di Madinah. Pasar yang dibangun Rasulullah adalah pasar yang berkeadilan, setiap orang bebas berdagang di pasar tersebut dan tentu saja didirikan diatas landasan syariat. 
Menyadari bahwa kekuatan umat Islam berasal dari kedekatan mereka terhadap masjid, maka kaum orientalis berusaha sekeras mungkin menjauhkan umat Islam dari masjid. Mereka kemudian membuat propaganda bahwa masjid hanyalah tempat ibadah, dan kemudian dipersempit menjadi hanya tempat shalat. Kalaupun ada kegiatan lain selain shalat, barangkali hanya pengajian-pengajian temporer. Selebihnya, masjid dibiarkan kosong dan sepi. Keramaian masjid hanya terlihat saat pelaksanaan hari besar islam.

Masjid juga dilekatkan dengan kesan kuno, tidak kekinian, dan anti modernitas sehingga dijauhi anak-anak muda. Propaganda kaum orientalis tersebut kini menuai hasilnya. Keluarga-keluarga muslim tidak lagi menjadikan masjid sebagai tautan hatinya, putra-putri mereka dijauhkan dari masjid, dan kini jamaah shalat di masjid hanyalah segelintir orang-orang tua yang telah renta dan lanjut usia.

Kini saatnya kita mengembalikan masjid sebagai pusat peradaban bangsa ini dan pusat peradaban Islam dunia. Diawali dengan mengubah image bahwa masjid hanyalah tempat shalat, kita adakan kegiatan-kegiatan lainnya di masjid. Kita kembalikan masjid sebagai pusat ilmu dengan membangun perpustakaan di masjid dan mengadakan berbagai kajian keislaman maupun ilmu-ilmu kontemporer di masjid. Kita aktifkan jamaah shalat, terutama jamaah shalat subuh dan isya. Kita undang para pemuda untuk mengisi berbagai kegiatan di masjid. Kita ajak anak-anak kita sejak dini untuk meramaikan masjid. Selanjutnya, kita berdayakan masjid supaya memberikan kemanfaatan yang lebih luas lagi bagi masyarakat sekitarnya.

Masyarakat yang telah tumbuh kecintaannya kepada Islam, masyarakat yang telah terpatri jiwanya untuk berkhidmat mencari ridha Allah, masyarakat tersebut yang akan menumbuhkan sebuah bangsa yang berperadaban. Ayo ke masjid, seharusnya menjadi kegiatan yang secara kontinyu dan simultan terus didengungkan dan digerakkan. Tak akan terwujud sebuah bangsa yang beradab sebelum masyarakatnya terikat hatinya kepada masjid.
Share on Google Plus

About PKS Kabupaten Magelang

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment