Sejarah Wanita Bukti Kemajuan Generasi

Oleh : Arifatun Anifah Setyawati
Pahlawan Wanita Indonesia
Sejarah panjang bangsa Indonesia tak pernah sepi dari kiprah perjuangan para wanitanya. Tidak sedikit wanita Indonesia yang berhasil menorehkan sejarahnya sebagai pejuang tangguh yang turut serta membangun negeri ini. Setiap masa melahirkan pahlawan pada saat itu. Masa kejayaan raja-raja nusantara melalui peperangan melawan penjajah Belanda, disitupun lahir wanita-wanita perkasa yang tidak hanya dapat mendidik putra-putri mereka, melainkan juga ahli strategi perang, panglima yang handal, dan pemanah serta penunggang kuda yang ulung. Dialah Panglima Malahayati yang berhasil memimpin 2000 pasukan pada tahun 1599. Tanah Aceh juga mempersembahkan sultan wanita pertama yang bernama Sultanah Safiatudin Tajul Alam. Dia dikenal sebagi putri Sultan Iskandar Muda.

Selain itu pahlawan wanita lain yaitu Cut Nyak Dien. Dia dikenal sebagai wanita aceh yang shalihah, ahli strategi perang, dan tangguh di medan tempur. Wanita dari ujung timur Indonesia yang tidak kalah tangguh adalah Martha Christina Tiahahu dari tanah Maluku. Sementara Tanah Bugis mempersembahkan salah satu wanita terbaiknya, Siti Aisyah We Tenriolle, seorang ratu kerajaan Tanette yang juga seorang ahli sastra. Ada wanita pemanah yang tangguh dialah Niken Lara Yuwati, dia sangat ahli memannah dan penunggang kuda yang tangguh.

Sementara di Tanah Jawa sebagai pusat kekuasaan penjajah, melahirkan Rohana Kudus, Dewi Sartika, dan RA Kartini. Rohana Kudus dan Dewi Sartika membuka sekolah wanita yang mencoba membuka belenggu keterbelakangan nasib wanita melalui pendidikan. Sementara RA Kartini tidak henti menyuarakan ide-idenya hingga ke negeri Belanda. 

Mereka semua adalah wanita-wanita istimewa. Jejak kepeloporan mereka dalam sejarah bangsa ini terlukis sempurna. Usia mereka bisa jadi telah usai, namun perjuangan mereka menjadi ingatan terbaik bangsa ini. Tanggal 21 April yang diperingati sebagai hari kebangkitan nasib wanita Indonesia adalah simbol dari sebuah upaya pergerakan para wanita Indonesia dari masa ke masa.

RA Kartini sebagai simbol emansipasi sejatinya telah mengenalkan sebuah tradisi berharga bagi bangsa ini, tradisi literasi, tradisi membaca dan menulis. Dalam keterbatasannya, Kartini selalu melihat dunia luar melalui bacaan-bacaan bukunya. Kemudian, dia menuliskan gagasan-gagasannya dan mendiskusikannya melalui surat dengan teman-teman dia yang berada di Belanda. Gagasan-gagasan yang tertulis itulah yang kemudian menjadi penghubung pada zamannya dan kita sekarang. Melalui tulisan-tulisan itu kita mengerti kondisi pada saat itu dimana secara tradisi, wanita adalah warga kelas 2 dan dalam struktur budaya kolonial pun, wanita tak lebih dari pelengkap laki-laki. Tak jarang, dalam tradisi dan budaya kolonial tersebut, wanita tak lebih dari pemuas laki-laki. Tradisi literasi tersebut yang semestinya menjadi salah satu momen terbaik untuk diperingati. Apalagi ketika era digital datang, tradisi literasi dikalangan generasi muda semakin berkurang. 

Membaca, mengeksplorasi gagasan, menuliskan gagasan, bukan lagi kegiatan menarik, melainkan justru dicitrakan sebagai sebentuk ketertinggalan zaman. Memperingati hari Kartini semestinya menjadi titik balik kita untuk menumbuhkan tradisi literasi dalam keluarga kita. Selain tradisi literasi, kesadaran akan pentingnya pendidikan sebagai salah satu cara melepaskan diri dari segala macam penjajahan, karena itu menjadi salah satu hal yang harus kita jadikan pelajaran berharga. Maka, ide tentang sekolah untuk wanita pun bergulir, dan berdirilah sekolah-sekolah wanita di berbagai tempat.

Kesadaran akan pentingnya menghadirkan wanita yang terdidik agar mampu menjadi sekolah bagi anak-anaknya serta pendamping bagi suami, menjadi awal dari berdirinya sekolah-sekolah wanita tersebut. Bahwa awal sebuah generasi bermula dari seorang wanita, bahwa awal sebuah peradaban bermula dari seorang wanita. Mereka menyadari, bahwa melawan penjajah tidak hanya dengan mengangkat senjata, namun juga dengan menyiapkan generasi-generasi penerus yang terdidik.

Para wanita sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya, dia hadir sebagai orang yang pertama kali memberikan pendidikan. Keadaan itu hanya bisa dilakukan ketika para wanita tersebut memiliki pendidikan yang memadai. Pada titik tersebut semestinya kelahiran para pejuang wanita Indonesia diperingati.

Perjuangan mereka bukan hendak mensejajarkan seorang perempuan dan laki-laki, yang diartikan sempit yaitu jika laki-laki mampu, maka wanita juga mampu. Akan tetapi perjuangan para wanita ini adalah untuk meningkatkan pendidikan wanita. Karena ditangan wanitalah masa depan generasi, masa depan peradaban ada pada diri wanita terdidik. Maka tingginya pendidikan seorang wanita di masa kini adalah tabungan baginya untuk mempersembahkan generasi terbaik di masa depan.

Seandainya wanita memilih bekerja di luar rumah, karya utamanya adalah rumahnya, dan persembahan terbaiknya adalah generasi masa depan yang tangguh menatap zaman. Lantas, sudah siapkah para wanita sekarang melanjutkan perjuangan mereka, untuk mempersembahkan generasi terbaik dimasa depan?
Share on Google Plus

About PKS Kabupaten Magelang

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment