AIR MATA DI ANTARA SENYUM KARTINI

oleh: Zuna Arridlo. 


"Mak'e njaluk ngapuro, Nduk." Pinta wanita itu sedih. 

"Mak'e ngapusi." suara Padmi, gadis 13 tahun berubah parau. Matanya brambang terus sesenggukan. 

"Mak'e benar - benar ga punya uang, Nduk." Suaranya minta dimengerti. 

"Tapi Mak'e sudah janji." Sahut Padmi di tengah sesenggukannya. 

Setahun yang lalu Padmi tidak berangkat dalam peringatan hari kartini di sekolahnya karena maknya tidak sanggup menyewa baju di salon. Setahun yang lalu, diperlukan uang 80 ribu untuk bisa dandan dengan kebaya di salon. Sedangkan untuk mengadakan baju sendiri lebih tidak mungkin. 

Setahun lalu, maknya berjanji bagaimanapun caranya akan mengusahakan agar tahun depannya ia bisa ikut kartinian. 

"Iya, tahun depan kamu pasti bisa
ikut kartinian, Nduk" Janjinya waktu itu. 

Sekarang ia tidak tahu, berapa puluh ribu atau sampai seratus ribu lebih agar Padmi bisa ikut memperingati hari kartini. Yang ia tahu pasti, ia tidak punya uang. 

Sejak suaminya meninggal karena jatuh dari pohon kelapa sewaktu mburuh nderes, ia harus menghidupi ketiga anaknya dengan kerja serabutan. Hasilnya hanya cukup untuk makan seadanya. Itupun harus ditutup hutang sana sini. 

Ia benar - benar sudah tidak punya muka jika harus berhutang lagi.

"Aku bisa dihukum kalau tidak berangkat lagi, Mak. Masa’ tahun lalu sudah bolos, sekarang....." Kalimatnya tidak selesai. Diteruskan dengan sesenggukkannya yang semakin menjadi. 

Mak'nya hanya bisa menahan nafas panjang. Ia tidak tahu harus berbuat apa. 

"Yo wislah, Nduk.. Mak' e tak usaha." Suara wanita itu pasrah. Meski  tidak tahu bagaimana ia akan mengusahakannya.  Ia gontai melangkah keluar dari rumahnya.


***** 

Sore itu hujan turun sangat deras, petir menggelegar bersahutan. Sebentar lagi maghrib tiba. Padmi sedikit cemas, kuatir maknya belum dapat pinjaman uang. Mungkin maknya ke saudaranya yang lebih jauh jadi lebih lama, agar besuk ia bisa pergi ke salon dan bisa ikut kartinian, hiburnya pada diri sendiri. Hujan semakin deras. Dan petir semakin menggelegar, tapi dua orang dengan payung tampak tak peduli. Mereka kelihatan tergopoh - gopoh agar cepat sampai rumah yang dituju. Setelah sampai depan pintu keduanya terpaku. 

"Yu, Mak'e kok belum pulang pulang ya?" Mereka yang mendengar suara anak lelaki dari dalam rumah itu hanya saling berpandangan. 

Mereka berdua adalah petugas kelurahan. Keduanya masih terpaku di depan rumah itu, kebigungan bagaimana menyampaikan pada anak - anak yatim itu. Maknya sekarang berada di kantor polisi karena ketahuan mencuri baju kebaya di sebuah toko. 
  

***** 

21 April, salon - salon ramai sejak sebelum subuh, dari anak anak, remaja, dewasa. Tidak hanya wanita tapi juga pria tak mau ketinggalan.Mereka rela antri dandan untuk memperingati hari kartini. Bahkan sebagian dari mereka mengabaikan kewajiban salat subuh. 

Sementara 22 km arah selatan dari kota Rembang, tepatnya di desa Bulu. Di sebuah pemakaman keluarga, sebuah pusara penuh dengan taburan wangi bunga. Wanita mulia terbaring damai dalam tidur panjangnya. Ia tersenyum bahagia, perjuangannya agar kaumnya mendapat pendidikan dan pengajaran yang luas tidak sia-sia. Banyak wanita dengan gigih berusaha mendapat pendidikan tinggi dan berusaha berkiprah agar bermanfaat bagi sesamanya. 

Tapi diantara senyumnya ia menitikkan air mata kesedihan. Ternyata tidak sedikit juga yang memaknai perjuangannya hanya sebatas sanggul, bedak dan gincu.
Share on Google Plus

About PKS Kabupaten Magelang

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment